Kamis, 19 Maret 2009

Menjalin Keluarga Harmonis



Bagaimana Keluarga Harmonis Terbentuk

Penikahan bukanlah sekedar tanda pengikat dua insan manusia yang saling mencintai, tapi lebih dari itu di dalam jalinannya menciptakan, menumbuhkan, mengharmoniskan keluarga, adalah penting bagi setiap pasangan suami-istri yang telah berkeluarga memelihara keutuhan rumah tangga dan keluarga yang telah dijalin. Keharmonisan keluarga sangatlah berpengaruh dalam setiap kebutuhan keluarga, kasih sayang dan rasa tanggungjawab diantara anggota keluarga sangatlah perlu dijaga, karena jika hal tersebut telah retak maka sifat emosional dalam diri masing – masing akan mendorong pertengkaran dalam keluarga.
Dan masing – masing anggota dalam keluarga adalah `satu`, maksudnya yang mana beberapa individu berkumpul dalam group dan setiap individu dalam grup tersebut mempunyai kesamaan gen satu dengan yang lainnya. Setiap anggota dalam keluarga memperlakukan yang lain sebagai tujuan, bukan sebagai alat mencpai tujuan, dijelaskan keluarga adalah kebersamaan untuk menciptakan `point of finally in family` yaitu suatu pencapaian titik akhir (namun bukan yang terakhir) dimana setiap anggota keluarga bisa merasakan bagaimana kesenangan tercipta, kedamaian ada, dan keharmonisan terasa.
Keyakinan bahwa hal tersebut pasti akan tercapai bukanlah khalayan tapi merupakan sebagai sebuah proses dimana setiap anggota keluarga dapat merasakannya sebagai tujuan yang mereka capai bersama. Hal itu akan berimbas baik jika diterpkan tanpa satu sudut negatif dari anggota keluarga dan juga dalam lingkup sosial untuk bermasyarakat akan menjadi contoh teladan bagi keluarga – keluarga yang lainnya

Keluarga harmonis merupakan tanggungjawab suami-isteri, bukan hanya isteri ataupun suami saja. Keluarga bisa harmonis, suami-isteri dapat rukun jika masing-masing mensyukuri apa yang ada pada pasangannya. Masalah tidak ada kecocokan 100 % merupakan hal yang biasa karena suami-isteri adalah dua orang yang berbeda, yang dibesarkan oleh keluarga yang berbeda, untuk itu diperlukan saling pengertian kedua belah pihak agar dapat menyesuaikan diri. Wanita harus dapat membuat pasangannya 'merasa' dibutuhkan secara moril, bukan secara materi, janganlah terlalu berharap banyak akan pasangan kita, selagi dia tidak mampu.
Tidak ada yang namanya kodrat perempuan dibawah suami, Suami - istri sejajar, mitra yang saling bersatu padu menjalankan bahtera rumah tangga. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah mufakat dan pembagian tugas rumah tangga dibagi rata dan saling bertanggungjawab. Suami-isteri ibarat puzzle, potongannya saling melengkapi satu sama lain. Apabila ada potongan yang tidak pas atau hilang maka puzzle tidak akan lengkap, demikianlah rumah tangga itu.
Suami-isteri perlu meluangkan waktu bersama seperti re-honeymoon, atau berjauhan untuk sementara dengan demikian akan timbul rasa kangen satu sama lain saat berjauhan.
Rumah tangga yang sudah tidak harmonis, tidak seharusnya menjadi tanggungjawab istri untuk mengharmoniskannya kembali. Jika seorang ibu berpikir demikian karena naluri keibuan merasa tidak rela anak-anak harus menanggung akibat dari kekacauan rumah tangga yang seharusnya bisa kita kendalikan dengan baik.
Kalau ketidak cocokan itu memang sudah tidak dapat diperbaiki lagi, dan berpisah dianggap jalan yg terbaik, lebih baik berpisah dari pada anak dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis, anak-anak berhak dibesarkan dalam kedamaian. Perceraian tidak selalu berakibat buruk, apalagi kalau setelah bercerai hubungan ortu masih tetap baik. Anak akan tetap merasakan kasih sayang dan akan belajar menerima kenyataan tanpa merasa terluka.

Masa – masa Sulit dalam Keluarga
Semua pasangan mengalami masa-masa sulit ketika tekanan luar mengalahkan mereka dan banyak hal mulai memburuk di rumah. Hal-hal tersebut tidak selalu merupakan tanda adanya masalah dalam pernikahan. Tekanan keuangan, masalah keluarga, jadwal yang ketat, dan kewajiban karier dapat menimbulkan ketegangan dalam hubungan. Lalu, bagaimana anda dapat mengatakan bahwa masalah-masalah ini merupakan masalah biasa, atau benar-benar merupakan tanda-tanda awal adanya masalah dalam pernikahan yang harus diperhatikan?
Marilah kita melihat beberapa tanda umum adanya masalah dalam pernikahan dan hubungan:
a) Merasa cukup puas
Banyak penasihat pernikahan berpendapat bahwa salah satu tanda peringatan awal adanya masalah dalam sebuah pernikahan adalah merasa cukup puas (complacent). Menganggap pasangan sudah seharusnya seperti itu, lalai meluangkan waktu bersama, atau lupa mengatakan “Aku mencintaimu” bisa merupakan tanda adanya masalah dalam pernikahan yang dapat menimbulkan krisis yang jauh lebih besar.
b) Berkurangnya kemesraan
Jika cinta anda yang sebelumnya mengebu-gebu telah berkurang, maka itu bisa merupakan tanda lain adanya masalah dalam pernikahan. Tentu saja, berbagai peristiwa dalam kehidupan seperti memiliki anak, pindah tempat tinggal, berganti pekerjaan, atau masalah kesehatan dapat memengaruhi gairah seks, yang tidak selalu merupakan masalah dalam pernikahan. Namun, jika kecenderungan itu terus-menerus terjadi selama beberapa bulan, bisa jadi itu merupakan tanda adanya masalah pernikahan yang harus dicarikan jalan keluarnya.
c) Menghindari konflik
Dalam upaya untuk menghindari pertengkaran, beberapa orang berusaha untuk menghindari konflik sama sekali. Meskipun ini seolah-olah merupakan reaksi yang sehat, dalam kenyataannya hal itu hanya akan menyebabkan masalah pokoknya semakin membesar. Itu juga dapat menyebabkan meledaknya emosi jika telah mencapai puncaknya. Menghindari masalah yang berpotensi membesar bisa merupakan tanda adanya masalah dalam pernikahan.
d) Ingin menang sendiri
Jika salah satu pihak merasa bahwa ia harus menang dalam setiap perdebatan, hal itu merupakan tanda yang meyakinkan adanya masalah pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah kemitraan yang memerlukan kerja sama. Seharusnya tidak boleh ada menang dan kalah dalam sebuah pernikahan. Hanya boleh ada kerja sama dan upaya untuk mencapai tujuan bersama. Jika anda tidak melakukan hal ini, mungkin itu merupakan tanda adanya masalah dalam pernikahan anda.
e) Mempertimbangkan untuk berselingkuh
Jika salah satu pihak sedang mempertimbangkan, walaupun baru setengah hati, untuk berselingkuh, itu merupakan tanda adanya masalah dalam pernikahan anda. Berbicaralah secara jujur dengan pasangan anda tentang apa yang dirasa kurang dalam hubungan anda. Berusahalah untuk menyalakan kembali api asmara anda dan padamkanlah tanda-tanda masalah pernikahan sebelum muncul. Akibat jangka panjang dalam hubungan anda yang disebabkan oleh perselingkuhan bisa sangat parah. Jadi, berpikirlah dua kali sebelum anda melakukannya.
f) Liburan masing-masing, hidup sendiri-sendiri
Jika anda dan pasangan anda merencanakan untuk hidup sendiri-sendiri, baik berupa liburan masing-masing, hobi yang membuat anda sibuk di luar rumah, atau bahkan rekening bank yang terpisah, mungkin itu merupakan tanda adanya masalah pernikahan. Hal itu dapat menyebabkan hubungan yang semakin menjauh tanpa disadari oleh kedua belah pihak. Ingatlah bahwa anda merupakan pasangan, dan itu harus diutamakan. Anda dapat mencegah munculnya tanda-tanda masalah pernikahan ini.
Sebagian orang berpikir bahwa bukti keharmonisan rumah tangga bila pasangan suami/istri selalu bersama. Pergi bersama, makan bersama, belanja bersama dan lain-lain. Sebaliknya, suami istri yang sering berpisah, bahtera kehidupan mereka tidak akan bertahan lama dan pada waktu dekat mereka akan mengalami krisis perceraian. Namun, di sisi lain karier dan tugas salah satu pasangan suami/istri membuat kenyataan hidup menjadi lain. Bila suami atau istri harus menjalani tugas dan kariernya, maka dengan sendirinya mereka harus berpisah untuk sementara. Berpisah sementara karena menjalani karier dan tugas bukan merupakan kendala keharmonisan sebuah rumah tangga. Bahkan sebagai penyedap kehidupan yang membuat hubungan mereka semakin hangat dan mesra. Tentu saja perpisahan sementara ini jangan sampai didasari oleh kemarahan dan keangkuhan. Di sinilah dibutuhkan adanya keterbukaan dan kesepakatan antara suami/istri sejak dini.
Oleh karena itu, bila dalam Islam dikatakan bahwa sebelum seseorang memutuskan untuk membentuk sebuah keluarga, maka yang harus dipikirkan terlebih dahulu adalah adanya kesetaraan antara calon pasangan suami/istri, baik dari sisi keyakinan beragama, pemikiran, pendidikan, ekonomi maupun parasnya.
Ketika salah satu pasangan suami/istri harus berpisah sementara, untuk menjalani karier atau tugas lainnya, ada beberapa poin penting yang harus menjadi perhatian mereka:

1. Kejujuran
Bila salah satu pasangan suami/istri untuk sementara harus meninggalkan pasangan hidupnya, maka ia harus menjelaskan duduk perkara masalah dan pekerjaan yang akan dihadapinya. Katakanlah suami atau istri sebagai seorang pejabat negara, mubalig, perawat, pelayar, tentara dan lain sebaginya yang diperlukan oleh agama, masyarakat dan negara, ia harus menjalankan karier dan tugasnya. Maka sebelum mereka berpisah harus menjelaskan dengan detil ke mana, di mana dan sampai kapan harus menjalani tugasnya.
Dalam masalah ini, bila salah satunya memaksa untuk tetap tinggal bersama agar pasangannya tidak keluar menjalankan tugasnya, kondisi rumah tangga bukan malah menjadi baik, tetapi hubungan mereka menjadi dingin. Betapa banyak keluarga yang selalu bersama, namun tidak ada kesibukan tertentu malah menjadi porak-poranda. Suami/istri yang selaras, masing-masing akan memahami tugas pasangan hidupnya dan berjalan bersama mencapai kesuksesan baik dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, di sini dibutuhkan adanya keterbukaan dan kejujuran dan adanya saling musyawarah antara pasangan suami/istri.

2. Menghilangkan egois
Ketika salah satu pasangan suami/istri tidak mau menerima kondisi pekerjaan dan karier pasangan hidupnya, hal ini akan mempengaruhi kehidupan rumah tangga mereka selanjutnya. Baik dari sisi kemasyarakatan maupun kekeluargaan.
Boleh jadi berpisah sementara untuk menjalankan tugas dan karier sebagai kesempatan dan langkah awal menuju kepada kesuksesan, baik kesuksesan yang berkaitan dengan agama, negara maupun bangsa. Seorang ilmuwan kadang harus meninggalkan istrinya atau suaminya menjalani tugasnya demi kesuksesan bangsa dan agama. Bila salah satunya harus mementingkan emosionalnya sendiri, maka kesempatan seperti ini akan hilang.
Hidup berumah tangga bukan lagi hidup sendiri, sehingga segala keputusan harus ditentukan sendiri. di saat seseorang sudah memutuskan untuk hidup bersama, maka segala keputusan harus menjadi kesepakatan suami/istri. Masing-masing harus menghormati pendapat pasangannya. Hidup bukan untuk diri sendiri tapi hidup untuk kemajuan bersama demi mencapai ketenangan.

3. Menghargai pasangan hidup
Pada saat pasangan suami istri saling jauh, masing-masing akan menemukan kelebihan pasangan hidupnya yang selama ini tidak begitu diperhatikan. Suami yang ditinggal istrinya menjalani tugas, ia akan merasakan jerih payah istrinya selama di rumah. Pelayanan istri terhadapnya selama ini akan lebih tampak ketika istrinya jauh darinya. Begitu pula seorang istri, ia akan merasakan jerih payah suaminya yang mengerjakan pekerjaan untuknya. karena ketika sendiri tanpa suami, ia akan mengingat pengabdian suaminya kepadanya.
Perasaan-perasaan seperti ini akan membuat masing-masing pasangan suami/istri lebih rindu kepada pasangan hidupnya. Pada saat mereka bertemu kembali rasa kasih sayang mereka akan lebih dalam dan hangat.

4. Menengok kembali peran diri dalam kehidupan
Menyalahkan orang lain itu mudah dan sederhana. Bila suami atau istri tidak sukses menjalani tugasnya dalam kehidupan rumah tangga maupun sosial, maka mudah bagi setiap pasangan suami/istri untuk menyalahkan pasangan hidupnya. Namun, ketika ia sendiri dan ditinggal oleh pasangannya untuk sementara, ia akan berpikir jernih dan adil; apakah selama ini ia berperan sebagaimana mestinya? apakah ia sudah menjalani tugasnya sebagai seorang istri/suami semaksimal mungkin. Pada saat suami atau istri sendirian, ia akan menengok kembali kepada dirinya. Sehingga kesendirian ini bisa menjadi sarana untuk memperbaiki diri sebagai seorang suami/istri yang baik di hadapan pasangannya masing-masing.

5. Kebebasan bukan berarti tidak ada batasan
Jangan berpikir bahwa ketika seseorang kawin dengan orang yang setara dan sesuai dengannya, maka ia bebas melakukan segalanya. Karena segalanya belum tentu sesuai dengan harapan kita. Oleh karena itu, sebuah masalah akan muncul bila harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Manusia hidup bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, tetapi hidup juga untuk memenuhi kebutuhan sesama. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri manusia harus hidup dengan orang lain. Pepatah mengatakan: “Hargailah dirimu sendiri sehingga orang lain menghargaimu”. Bila dalam hidup berumah tangga harus terjadi pisah sementara untuk kebaikan rumah tangga atau kebaikan masyarakat, maka pada dasarnya kembalinya adalah kepada diri sendiri.

6. Kesetiaan
Ketika suami atau istri menjalankan tugas, maka masing-masing suami/istri harus menjaga kesetiaannya terhadap pasangan hidupnya. Kepercayaan yang diberikan oleh pasangan hidup jangan sampai disalahgunakan. Pisah sementara akan menjadi penyedap kehidupan bila masing-masing pasangan suami istri mengetahui posisinya masing-masing sebagai apa? Dalam masa perpisahan sementara ini, masing-masing pasangan suami/istri jangan sampai melupakan pasangan hidupnya. Melalui komunikasi mereka bisa mengetahui keadaan masing-masing. Karena di sinilah kesetiaan mereka akan terbukti.
Rumah tangga yang menjalani hidup seperti ini harus lebih menyiapkan diri untuk tegar dalam menghadapi kehidupan. Dan hanya satu kunci kesuksesan, yaitu senantiasa ingat Allah, jangan sampai melanggar peraturan-Nya. Dan selalu ingatlah bahwa alam ini tidak luput dari pengawasan Allah, maka janganlah bermaksiat di depan Allah!
Kunci Rumah Tangga Harmonis
Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi. Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi, jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.
Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan. Nah, di situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.
Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka.

Ada empat hal yang mesti diperhatikan untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga.keempatnya adalah:

1. Jangan melihat ke belakang
Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?” Buang jauh-jauh lintasan pikiran ini.
Langkah itu sama sekali tidak akan menghasilkan perubahan. Justru, akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian. Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Inilah masalah kita. Jangan lari dari masalah dengan melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok lain di luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian meracuni pikiran kita.

2. Berpikir objektif
Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh. Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang perlu dibenahi.
Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian.
Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.

3. Lihat kelebihan pasangan, jangan sebaliknya
Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.
Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami isteri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu. Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. Sambil jalan, segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.

4. Sertakan sakralitas berumah tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.
Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah swt. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah swt. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi.

* Cinta dan Kepercayaan

Arti penting keluarga menjadi perhatian filosof abad pertengahan Thomas Aquinas dan filosof modern John Rawls. Dalam kacamata mereka, keluarga akan berkualitas apabila terdapat hubungan yang harmonis antara orangtua dan anak-anak, serta dibangun atas dasar cinta dan kepercayaan (love and trust). Sedangkan cinta merupakan pengejawantahan ketulusan dan keikhlasan, sehingga melahirkan rasa percaya dan hormat (trust and respect).
Sementara Ki Hadjar Dewantara berpandangan, sifat hidup keluarga mengandung unsure cinta dan mencintai, kesejajaran hak dan kewajiban, tidak ada nafsu menguntungkan diri dengan merugikan anggota lain, kesejahteraan bersama, dan mengedepankan toleransi (tasamuh).

Dalam hubungan antara orangtua dan anak tidak berlaku asas resiprositi dan mutual benefit. Asas resiprositi mengajarkan bahwa kalau kita diberi sesuatu maka sudah sepantasnya berbuat hal yang sama kepada pemberi. Sedangkan mutual benefit mengajarkan kalau kita melakukan kerja sama maka harus jelas keuntungan apa yang akan didapat dari kerja sama itu. Dalam keluarga asas-asas itu tidak pernah diperhitungkan oleh orangtua terhadap anaknya. Yang ada hanyalah sikap dan perilaku ”saling ”, yaitu saling mengisi, melengkapi kekurangan, menutupi kesalahan, percaya, mendukung, mengalah, tenggang rasa, pengertian, membantu, memaafkan, peduli, dan melindungi. Tidak saling menyakiti atau menzalimi yang lain.

Menciptakan keluarga harmonis bukan hanya batu pijar terakhir dalam keluarga melainkan sebuah proses dalam konteks yang saling berkaitan antara sifat emosional, kecerdasan masing – masing individu dalam keluarga, kebersamaan dan tanggung jawab yang mereka pelihara. Dalam hal ini suami – istri yang sebagai penopang terbentuknya keluarga seharusnya menyadari apa yang harus mereka lakukan dan apa yang tidak, dan mereka menjadi tauladan bagi anak – anak mereka agar kelak anak – anak mereka mengerti bagaimana indahnya sebuah Keluarga yang Harmonis dan Sejahtera tercipta. Dan suami – istri juga sebagai pendidik / pembimbing untuk mengontrol anak – anaknya supaya mengarahkan mereka ke arah yang positif dan lebih bermanfaat, serta bgaimana cara berinteraksi dengan masyarakat sekitar agar lebih padu dan tidak ada saling ketertutupan diantara sesama. Itu sangat penting agar dalam pencapai Kesejahteraan Sosial tidak ada Starata sosial yang biasanya hal itu dapat menyebabkan kecemburuan Sosial dan Intergrasi Sosial.

Yang mana kita tahu fungsi keluarga ialah merawat, memilihara, dan melindungi anggotanya (khususnya anak) dalam rangka Sosialisasi agar anak mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. Dalam lingkup keluarga sangat perlu sebagai orang tua mengajarkan anak - anaknya bagaimana kita bersifat, bersikap, bergaul dalam masyarakat sekitar tentunya itu akan membawa dampak yang positif dalam perkembangan mereka.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda